Dahulu aku begitu senang ketika musim panas datang. Bukan berarti karena aku akan mendapat libur panjang, tetapi karena di setiap musim panas akan ada hujan yang turun di sela-selanya. Yang juga berarti bahwa aku akan menemui awan hitam itu lagi. Ya, aku menyukai mendung yang selalu hadir sebagai pertanda bahwa hujan akan turun.
Setelah hujan turun, apa yang menurutmu akan muncul? Pelangi? Benar! Namun, aku begitu membenci pelangi. Kenapa? Karena seiring dengan munculnya pelangi, awan hitamku itu akan pergi meninggalkanku. Ia akan merasa minder terhadap kehadiran sang pelangi yang begitu berwarna. Aku sudah mengutuk pelangi itu dengan berbagai sumpah serapah yang aku ketahui. Akan tetapi, entah mengapa mendung kelabu kesayanganku itu tak pernah mau menampakkan wujudnya lagi di hadapanku. Mendung… itulah wajahku semenjak awan hitam itu pudar dari angkasa raya. Sangat tak berwarna. Apakah aku sedih? Tentu saja.
٩(͡๏̯͡๏)۶
“Kenapa kau menutup matamu?”
Aku mendengar gadis itu melontarkan sebuah pertanyaan yang menurutku wajar ketika ia melihatku memejamkan mata.
“Karena dengan menutup mata, sesuatu yang tidak nampak bisa jadi nampak. Aku bisa melihat segala sesuatu yang tidak bisa aku lihat di saat aku membuka mata.”
“Tapi apa kau tidak menyesal? Padahal di langit sedang ada pelangi yang indah,” gadis itu melambaikan tangannya ke angkasa, seolah-olah melukis pelangi yang ada di langit. Walau aku menutup mata tapi aku tahu saat itu dia memang sedang melakukannya di sampingku.
“Aku akan lebih menyesal bila aku tidak menutup mata,” jawabku.
“Kenapa? Pelangi itu memiliki tujuh warna yang anggun, aku rasa itu membuatnya…”
“Tampak palsu!” potongku sebelum ia berhasil menyelesaikan kalimatnya. Mungkin saat itu ia sedang menatapku dengan perasaan amat jengkel.
“Kenapa kau begitu membenci pelangi, Choi Siwon-ssi?” tanyanya penasaran.
“Karena ia telah berani merenggut awan hitam sang pangeran kesepian,” perlahan aku mulai membuka mata.
“Pangeran Kesepian? Siapa itu? Aku tidak pernah mendengarnya. Kalau pengeran Caspian sih pernah dalam film.”
“Diamlah Lee Seul-ssi! Kau benar-benar cerewet seperti burung beo,” aku beranjak meninggalkan gadis itu sendirian di balcony kamarku.
“Ah, kau memang sudah gila Choi Siwon!” umpatnya pelan.
٩(͡๏̯͡๏)۶
Aku masih mengingatnya, ketika aku dan awan hitamku itu masih bersama. Waktu itu kami berjalan beriringan di koridor sekolah ketika aku menguak sisi lain darinya.
“Eh, eh… lihat itu! Cho Kyuhyun sedang berjalan kearah sini,” seru anak-anak perempuan yang berdiri disekitar kami. Aku tahu apa maksud mereka. Casanova sekolah memang sedang berjalan kearah kami, lebih tepatnya kearah kantin sekolah.
“Eunggg~ kita kembali saja Siwon-ssi!” ujar sang awan hitam seraya menggenggam lenganku.
Aku spontan menoleh kearahnya, “huh? Kenapa?”
“Anu… itu… aku… emm…” ia berbicara tak jelas, tangannya gemetaran. Aku bisa merasakannya karena ia masih memegang lenganku. Ia nampak gugup. Entahlah, masa iya karena sang Casanova?
Sementara itu, para anak perempuan berteriak-teriak seakan kesurupan arwah gentayangan. Sang Casanova semakin mendekat, ia melewati kami tanpa memandang sedetik pun. Cish~ dasar!
Aku diam-diam memperhatikan awan hitam di sampingku. Ia menunduk dalam, tangannya kini mencengkram lenganku. Apa iya dia juga terpesona dengan Cho Kyuhyun? Ya Tuhan, yang benar saja? Demi apa awan hitam kesayanganku tertarik pada pria macam itu?
“Apa kau masih mau kembali?”
Ia menoleh, melihat sang Casanova yang sedang duduk di kantin bersama anggota geng-sok-populer –nya sambil sok tebar pesona terhadap para siswi.
“Enggg~ lebih baik kita pergi ke kelas sekarang,” jawabnya enggan.
Aku hanya geleng-geleng kepala. Kemudian aku segera menariknya ke atap sekolah.
“Kenapa kita ke sini, Siwon-ssi?” tanyanya begitu kami sampai di atap sekolah.
“Kau mau tahu kenapa?” aku balik bertanya dengan retoris. Tentu saja ia mengangguk, sudah sangat jelas.
“Apa yang baru saja aku amati?” aku memulai introgasiku terhadapnya.
“Apa maksudmu, Siwon-ssi?”
“Kejadian barusan!”
“….” Ia tidak menjawab.
“Kenapa kau bersikap seperti itu? Kau menyukainya kan?” ujarku sedikit ketus.
Ia tidak pernah bisa menyembunyikan apa pun dariku. Cepat atau lambat aku selalu bisa mengetahui segala rahasianya. Karena aku memang ditakdiran untuk menjadi pawang hujan, pawang dari awan hitam ini. Ya, kalau aku bisa mengatakannya semacam itu.
“Aku hanya…” ia terlihat sedikit ragu untuk menceritakannya padaku. Aku mendekatinya, berusaha membuatnya nyaman untuk menceritakan segala keluh kesahnya.
“Tidak apa-apa, ceritakan semuanya padaku! Kau tahu kan, aku akan menjaga rahasiamu sampai aku mati,” aku mengisyaratkan bahwa aku akan bungkam dengan mengayunkan tangan kananku di depan bibir-joker-ku. Aku mengulas senyum kecil. Dua buah lesung pipi terpampang jelas di pipi kanan dan kiriku.
“Baiklah, karena kau memaksa maka aku akan mencari tahu sendiri…” aku mengambil ancang-ancang untuk menggelitik tubuhnya yang kurus itu.
٩(͡๏̯͡๏)۶
“Ayo! Apa kau masih bisa bertahan?” ini sudah tiga menit semenjak aku terus menggelitiki tubuhnya.
“Ahahahahahaha~ Choi Siwon sialan! Cepat hentikan! Aaaahaaaaaaahahaahahahaa~ Berani kau denganku, huh? Hahahahaha~!!” ia tertawa dengan sangat lepas, dan aku menyukainya. Tidak apa-apa! Tertawalah dengan bebas, di atas sini tidak akan ada yang bisa mendengar.
“Baiklah! Baik, aku menyerah!” akhirnya, kenapa tidak dari tadi saja?! Tanganku capek menggelitiki tubuhmu. Apalagi dengan pemberontakanmu itu. Kau hampir merusak wajahku.
“Aku hanya tidak terlalu percaya diri. Kau tahu kan dia siapa dan aku siapa?” ia mulai bercerita sambil membaringkan tubuhnya di atas lantai-atap-sekolah(?)
Aku pun mengikutinya untuk membaringkan tubuhku di sampingnya. Kami menatap langit yang kebetulan sedang mendung.
“Tidak percaya diri untuk apa? Kau punya lebih dari cukup dibandingkan dengan bajingan sekolah macam dirinya,” kataku skeptic.
“Apa maksudmu, Siwon-ssi? Atas dasar apa kau menyebutnya bajingan?” ia terkejut.
“Oke, maaf! Lupakan itu! Lanjutkan saja!”
“Yang sebenarnya ada dalam benakku adalah bahwa, dia adalah pria yang tampan dan cerdas sementara aku hanya seperti bebek buruk rupa,” ia mulai merendahkan dirinya lagi. Aku tahu ia minder.
“Dengan penampilanku yang seperti ini, ia tidak mungkin tetarik padaku,” tambahnya dengan nada yang semakin kasihan.
“Jangan bodoh!” aku segera menyela tanda tak terima dengan kata-katanya barusan. “Apa kau juga mau mengatakan kalau kau tidak cantik, lantas kau tidak pantas bersanding dengan bocah-sok-tenar itu?”
“Itu kenyataan! Bahkan kau sudah tahu sebelum aku mengataknnya.”
“Kau mau tahu kenyataan yang sebenarnya?” aku bangkit dari posisi rebahan, duduk menghadapnya. “Kecantikan dari dalam itu jauh lebih menarik dibandingkan topeng palsu yang selalu dipasang semua orang di muka mereka.”
Ia juga bangkit, mengikuti posisi dudukku. “Itu hanya teori, pada prakteknya selalu berbeda Choi Siwon-ssi.”
“Jangan mengajari aku! Yang terpenting itu adalah bagaimana isinya, bukan bagaimana kemasan yang membungkusnya,” aku meninggikan nada bicaraku.
“Aku punya satu pertanyaan untukmu,” ia masih menghadapiku dengan nada yang tenang.
“Apa itu?”
“Ketika kau sedang berbelanja snack di supermarket, apa yang pertama kau perhatikan? Kemasannya bukan? Apakah kemasannya menarik? Ataukah kemasannya masih bagus? Ada lubangnya atau tidak? Kemudian kapan tanggal expired-nya, dan lain sebagainya bukan begitu?”
Dangggg, aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Hal yang barusan ia katakana memang ada benarnya, dan aku memang tidak bisa menyangkalnya dengan mudah.
Aku memukul kepalanya sekilas, ia hanya merenges kesakitan kemudian mengelus-elus kepalanya. “Kau tidak boleh menyamakan manusia dengan makanan! Walau bagaimana pun, kebaikan hati manusia itu jauh lebih penting dibandingkan kebaikan fisik yang nampak dengan mata. Dimana-mana sesuatu yang tidak kasat mata itu jauh lebih berarti dari pada yang kasat mata.”
“Jangan berbelit-belit! Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?” tukasnya masih dengan mengelus-elus kepala.
“Pokoknya manusia itu beda dengan makanan! Tidak peduli bagaimana kulit yang mengemasmu sedemikian rupa, kalau pria lain memang tidak tertarik padamu maka aku adalah satu-satunya orang yang akan menerimamu apa adanya.”
“Apa?” ia terhenyak sejenak. Ya, aku tidak heran. Jangankan dirinya, aku saja yang baru menucapkannya langsung dari mulutku juga terhenyak kaget. Sejak kapan aku bisa pandai bersilat lidah seperti ini? Ah, rupanya aku memang memiliki bakat tersembunyi.
“Seandainya saja kau melihat dengan sudut pandangku, maka kau akan tahu kenapa aku mengatakan ini semua.”
“Aku masih tidak mengerti,” raut mukanya menegang.
“Kau tahu apa yang menbuatmu cantik? Kau tidak tahu bahwa kau itu sebenarnya cantik, itu yang membuatmu tampak cantik di mataku.”
“…ak..ku..akku…adalah awan hitam, bagaimana mungkin?” ia menunjuk langit yang mendung, tepatnya pada segerombolan awan hitam yang melayang-layang di atas kami.
Taganku meraih pundaknya untuk mendekat, “kenapa tidak mungkin? Aku menyukaimu, kau cantik dengan caramu sendiri. Kau tidak membutuhkan make up sebagai topeng, tidak seperti kebanyakan orang yang tidak percaya diri dengan wajah mereka. Asal kau tahu, mendung kelabu telah pergi dari pandanganku, yang aku lihat di hadapanku saat ini adalah goresan pelangi tujuh warna yang keindahannya tiada tara. Mungkin aku memang tak setampan Romeo, tapi gadis yang aku sukai, yang ada di hadapanku ini adalah gadis yang bernilai lebih tinggi dari pada Juliet. Jadi, seandainya saat ini aku memintamu untuk menjadi sesuatu-yang-lebih-dari-sekedar-teman aku mohon tolong jangan menolak dan membuatku hancur.” Aku menelan ludah, jantungku berdebar-debar bagaikan deburan ombak di samudra Pasific.
“Jadilah kekasihku! Apa kau bersedia?” akhirnya aku melontarkannya. Perasaan yang meluap-luap sejak beberapa hari terakhir ini akhirnya tersampaikan juga. Tuhan… aku mohon, sekali saja. Buat aku merasa menang di atas seorang Romeo.
“Mungkin kau benar Siwon-ssi, walaupun aku tak secantik Juliet dan juga tak bergelimang harta, namun aku memiliki hal lain di dalam sini,” ia memegangi dadanya. “Di dalam hati.” Aku hanya tersenyum memperlihatkan lesung pipiku.
“Jadi… kau akan…?”
“Menolakmu.”
Jdeeerrr~
٩(͡๏̯͡๏)۶
Hari ini aku terbangun jam setengah sepuluh pagi, yang kuingat adalah semalam aku bermimpi tentang masa laluku lagi. Awan hitam-ku. Aku sungguh merindukannya.
Aku masih mengingat dengan dengan jelas indah matanya yang berkelap-kelip seperti bintang. Andaikan sinarnya hanya untuk aku? Mungkin aku memang terlalu berharap yang tak tentu agar aku bisa sedikit saja masuk ke dalam relung hati dan mimpinya.
Namun sayang sekali aku telah mengalami penolakan ketika itu. Hal itu adalah yang pertama dan yang terakhir kali aku mendapat penolakan dari seorang gadis. Tak pernah ada lagi pelangi yang menghias jendela hatiku, semuanya kelabu karena ulah sang awan hitam. Tapi aku tak pernah menyesal karena aku pernah mengenalnya. Pernah mengenalnya merupakan hal yang paling mengesankan seumur hidupku.
Kadang aku suka bertanya-tanya, kenapa kita dipertemukan bila akhirnya kita harus dipisahkan? Kenapa kita berjumpa bila akhirnya dijauhkan? Namun, sekarang aku tahu jawaban akan setiap pertanyaanku. “Hidup itu adalah untuk mencari takdir masing-masing. Pekerjaan, usia, dan jodoh, semua itu merupakan takdir Tuhan yang sudah ditentukan dan tidak bisa diubah,” itu kata ibuku suatu ketika. Aku belajar untuk merelakan semuanya, aku sudah berusaha dan pada akhirnya dia bukanlah untukku. Dia memang bukan milikku sejak awal.
***
“Siwon-ssi, ah maksudku Siwon oppa! Ayo kita kebawah, pesta pernikahannya akan segera dimulai!” Lee Seoul berseru di depan pintu kamarku. Gadis itu… sungguh-sungguh membuatku gila. Ia menggedor-gedor pintu sekuat tenaga. Dengan suara gaduh seperti itu, bagaimana mungkin aku bisa tetap tidur dan menghindari pernikahan paling tidak aku kehendaki di seluruh penjuru dunia ini?
Gadis berambut sebahu itu berhasil memasuki kamarku yang gelap ini tanpa seijinku. Ia menarik selimutku dengan paksa. “Ayo bangun! Jangan malas oppa!”
Aku hanya menggeliat, masih memejamkan mata. Sejujurnya aku sudah terbangun, hanya saja aku berharap kalau seandainya aku tidak usah terbangun sampai esok pagi.
“Ayolah! Pestanya mulai setengah jam lagi, oppa. Kau harus bersiap-siap!”
“Untuk apa? Bukan aku yang akan menikah, buat apa aku repot-repot?”
“Apa kau tega pada mereka? Lagi pula kau kan bisa sekalian belajar mempersiapkan diri jika suatu saat nanti kita menikah,” tukasnya sembari menarik-narik tanganku.
“Sekalian saja aku yang menggantikan pengantin pria hari ini?!” ujarku menggodanya, sejujurnya itu adalah permintaanku dari relung hatiku yang terdalam. Sungguh, aku rela menggantikan pengantin pria hari ini.
“Oppa~!! Kau sudah gila ya?” jeritnya seraya menghempaskan tanganku.
“Memang. Dan kau jauh lebih gila dari pada aku, Lee Seul. Karena kau bersedia menjadi tunangan dari seorang pria gila macam diriku,” ujarku dengan cukup lantang.
“Baik! Aku akui bahwa aku memang sudah gila terus-terusan bicara denganmu,” ia angkat kaki dari kamarku. Baguslah.
Sejenak aku mulai berpikir, mungkin aku memang harus menghadiri acara pernikahan ini. Aku tidak boleh egois. Jika ia memang menginginkan diriku untuk hadir, maka aku pastikan aku akan ada di sana. Choi Siwon akan menghadiri pesta pernikahan laknat itu.
٩(͡๏̯͡๏)۶
Sang pengantin pria yang mengenakan tuxedo putih dan setelan jas ber-brand tinggi tersenyum kearah pengantin wanitanya. “Dekap aku!” ia tersenyum jahil.
“Kau sinting ya, Cho Kyuhyun-ssi?!” ujar sang pengantin wanita yang terlihat begitu anggun dibalut dengan gaun pernikahan warna putih yang begitu mempesona.
“Beeeeep~!! Kau salah,” ia mencubit pipi pengantinnya. “Cho Kyuhyun yang ada di hadapanmu ini bukanlah Cho Kyuhyun yang sinting, melainkan Cho kyuhyun yang sedang-dan-akan-selalu tergila-gila dengan gadis tidak waras bernama Choi Sora.” Ia tersenyum dengan tulus.
“Kau menghina? Hey, jangan mencubitku! Kau merusak make up-ku, tahu?” pengantin wanita yang bernama Choi Sora itu menyingkirkan tangan calon suaminya dari kedua pipinya. “Untuk sesaat tadi, aku tidak lagi melihat tanduk dan ekor setan menyembul dari tubuhmu. Justru aku melihat sayap malaikat keluar dari punggungmu dan ada cincin kuning berpendar di atas kepalamu. Aku pasti tidak waras, ya kan? Karena ternyata aku salah total. Sekali ‘evil’ tetap saja ‘evil’. Sampai kapan pun, anak macan tidak akan pernah menjadi anak kambing.”
“Hey, kau lupa ya? Kau akan menikahi seorang pria tampan bernama Cho Kyuhyun ini, pasti kau terlalu senang, bukan begitu Sora-ssi?”
“Kau bergurau Cho Kyuhyun-ssi. Kau pasti mengguna-gunaiku sebelum acara pernikahan ini? Iya kan? Akui saja!” Sora tertawa renyah.
Kyuhyun melotot, “Apa? Guna-guna? Biar aku tunjukkan suatu hal yang lebih parah dari itu yang bisa aku lakukan padamu.” Ia menarik calon istrinya kedalam dekapannya.
“Mau apa ka…”
Kyuhyun mencium bibir calon istrinya dengan lembut. Hal itu hanya berlangsung kurang dari tiga detik.
“Hey, Cho Kyuhyun sialan! Kau mencuri ciuman pertamaku, tahu? Kau pasti binasah kalau oppa-ku melihat ini!?” Sora kaget bukan main, itu adalah pertama kalinya Cho Kyuhyun berani menciumnya tepat di bibir.
“Aku tahu persis mengenai hal itu, ini juga ciuman pertamaku, kau tahukan? Tapi sebelum aku binasah, kau akan bertekuk lutut memintaku menciummu lagi, ya kan?” Kyuhyun merenges jahil kemudian berlari kearah para keluarga yang sedang asyik mengobrol, menghindari amukan dari sang calon istri.
“Cho Kyuhyun, kembali kau! Jangna kabur!”
Terjadilah adegan kejar-kejaran di sini. Mungkin saja, pasangan-calon-suami-istri ini sedang kerasukan arwah Tom and Jerry. Ya, mungkin…
٩(͡๏̯͡๏)۶
Aku terpaksa menghadiri pesta pernikahan yang memang dilakukan di rumahku ini. Aku melihat mereka berciuman. Ya, Choi Sora dan Cho Kyuhyun, kedua orang yang dalam hitungan kurang dari setengah jam akan menjadi pasangan sah suami istri itu. Bagaimana perasaanku saat ini? Hancur? Terluka? Sedih? Marah? Ya, semuanya benar, aku memang hancur berkeping-keping namun aku tak berdaya. Andaikan aku yang berdiri disampingnya. Andaikan aku yang menjadi pengantin pria nya? Masihkan aku memiliki kesempatan? Andaikan kau tetap denganku?
Dia pernah mengatakan bahwa dia merindukanku, ingin sekali waktu itu aku mengatakan bahwa aku tidak sekedar rindu padanya. Dialah nafasku, dialah cintaku, meski aku tidak lagi di sampingnya, namun aku beruntung sekali sempat memilikinya walau bukan ‘memilikinya’ dalam konteks pasangan kekasih. Dia adalah sahabat sekaligus adik terbaik yang pernah aku miliki.
٩(͡๏̯͡๏)۶
Detik ini juga, mereka berdua telah sah menjadi pasangan suami istri. Aku akan berusaha berbahagia untuk hal ini, walau sejujurnya aku menangis dalam hati. Aku dan Lee Seul menghampiri mereka yang sedang menyalami antrian tamu undangan secara bergantian.
“Sora-ya, selamat ya! Kalian terlihat begitu cocok bersanding bersama,” puji Lee Seul sumringah. Ingin sekali aku menyumpal mulutnya itu. Mereka berdua—Sora dan Lee Seul—memang bersahabat sejak mereka masih di sekolah menengah pertama. Tak heran mereka begitu akrab satu sama lain.
“Terima kasih, Lee Seul-ah. Aku harap kau segera menyusul dengan oppa ku. Aku tidak sabar punya kakak ipar sebaik dirimu.” Sora melirikku dengan tatapan yang…umm..entahlah aku tidak bisa membaca arti dari tatapannya itu padaku. Aku terlalu sedih saat ini. Aku bahkan tidak bisa berlama-lama menatap kedua pasangan ini. Rasanya seperti ada yang terbakar di dalam dadaku.
“Apa? Dasar bocah sok tahu! Jangan mengajariku!” aku mendengus di depannya dan..ehemm..suaminya. Aku tahu aku harusnya bersabar. Ah tapi aku tidak bisa, persetan dengan semua itu, aku tidak peduli. Aku terlalu hancur.
Lee Seoul dan Sora tertawa bersama-sama, mereka terlihat begitu berbunga-bunga. Sementara aku menatap Cho Kyuhyun, pria ini sudah banyak berubah karena Sora, begitu pula sebaliknya. “Awas kalau sampai kau tidak bisa menjaga dan membahagiakan Sora, maka aku akan menendangmu ke neraka jahannam,” ancamku dengan air muka serius, aku bersungguh-sungguh saat ini. Entah yang lainnya menyadarinya atau hanya menganggapku bermain-main.
“Tentu saja hyung, aku akan membahagiakannya.” Ia merengkuh Sora dalam pelukannya. Sial! Apa dia sengaja?!
“Jangan panggil aku ‘hyung’! Aku bukan hyung mu!”
Mungkin memang sudah saatnya aku melepaskanmu, membiarkanmu berhembus ke arah pelangi berwarna-warni bernama Cho Kyuhyun itu. Wahai mendung kelabu, awan hitam kesayanganku… aku harap kau bisa berbahagia mulai dari sekarang.
~~THE END~~
Hohoho~~ akhirnya terbit juga ini ff \(´▽`)/ \(´▽`)/ \(´▽`)/
Gimana menurut kalian ff ini? ancur kuadrat? rusak pangkat tiga? ngenes pangkat empat? memprihatinkan pangkat lima? ga mutu pangkat enam? jeleeeekk banget nget nget? geje sangat? abal-abal abis? Jeosonghamnida kalau memang tak pantas untuk dibaca (-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ )
By The Way Anyway Busway, saia buat ff ini waktu bulan puasa kemarin, pas hampir deket ama malem takbiran... awalnya dengerin lagu-lagunya Yovie N Nuno nih, alhasil jadilah ini ff °\(^▼^)/° yayy~kamsahamnida ya Mari-ssi atas kata-katamu yang menginspirasi ff ini juga, dan lagi buat omma saia tercinta yang menasehati saia pas lagi di mobil >> Hidup itu adalah untuk mencari takdir, jodoh, pekerjaan, rezeki, dan umur, itu yang ngatur Alloh SWT. Jadi kita sebagai manusia hanya tinggal berusaha dan menjalaninya saja. Sooo, i think what we can learn from this fanfic is that we have to be patient and wise enough in order to find out what's actually prepared for us in life. Be strong for you guys out there! Keep thinking positively about your life! Life is precious, you know?! sebagian kata-kata dalam ff ini juga saia dapet dari liriknya om Yovie, aduh makasih banget ommm lagunya lumayan menyayat hati saia (∏ ω ∏) huhuhu *ambil tissue* sebagian lagi dari kata-kata Jang Mari pas di kelas,
Comment below is very welcomed ◕ ‿ ◕ Kamsahamnida, annyeong~~ \('O'\) (/'.')/ \('O'\) chuuu~~!!!
0 komentar:
Posting Komentar